oleh : Nurfainnah
Pengalaman belajar di sekolah yang jelas didesain untuk pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dirasa kurang “menyentuh” diri para pelajar terlebih di masa pandemic sekarang. Ini terkait dengan pembelajaran sikap dan lebih spesifik lagi dimulai dari hal yang sederhana tetapi sulit dilakukan, yaitu memiliki kesadaran (awareness) yang baik. Pembelajaran sikap yang dimaksud adalah pengalaman belajar yang berkenaan dengan bidang sikap, yang mencakup latihan kesadaran diri (self awareness), pemahaman multikultural, dan penguasaan kecakapan hidup (life skills). Pembelajaran sikap sarat dengan kesadaran akan nilai-nilai yang berlaku pada diri dan lingkungan. Dengan kata lain, pelajar harus belajar secara kontekstual dan memperhatikan sistem norma.
Masa depan bangsa terletak di tangan generasi penerusnya. Kata bijak tersebut memang tepat dikemukakan untuk menggambarkan betapa strategisnya posisi generasi muda untuk memegang tongkat estafet pembangunan bangsa. Sebagai generasi penerus diharapkan mereka punya karakter yang kuat. Salah satu aspek yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan karakter sumber daya manusia yang kuat adalah melalui pendidikan. Ini sejalan dengan Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah “… agar manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Dalam pengembangan karakter, sekolah harus bekerjasama dengan keluarga atau orangtua peserta didik. Posisi dan peran keluarga tidak sekedar tercatat atau formalitas, tetapi harus lebih efektif dalam bentuk kontrol terhadap pembinaan kepada peserta didik. Orang tua dan sekolah perlu membuat kesepakatan nilai-nilai utama apa yang perlu diajarkan, nilai-nilai kebaikan yang perlu dihayati dan dibiasakan dalam kehidupan para pelajar agar tercipta kehidupan yang harmonis di rumah.
Membangun karakter dan watak bangsa melalui pendidikan mutlak diperlukan, bahkan tidak bisa ditunda, mulai dari lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat dengan meneladani para tokoh yang memang patut untuk dicontoh. Orangtua memberi contoh dan mengajak anak-anak untuk belajar kehidupan di rumah. Guru mewujudkan pemenuhan standar kompetensi lulusan, penumbuhan karakter yang kuat, penguasaan hard skills dan soft skills, melalui pembelajaran yang mendidik. Konselor mewujudkan pemenuhan standar kemandirian peserta didik, secara akademik, vokasional, sosial dan personal, melalui bimbingan dan konseling yang memandirikan. Konselor secara berkelanjutan merancang program bimbingan dan konseling komprehensif, yang mewadahi kegiatan-kegiatan yang memungkinkan terlatihnya kesadaran diri (self awareness) siswa.